HIMPUNAN PERAWAT ONKOLOGI INDONESIA (HIMPONI) BERSAMA PROYEK PENELITIAN DASAR UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (PDUPT MENYELENGGARAKAN  WORKSHOP ONLINE: PERAWATAN PASCA TERAPI KANKER: PERSPEKTIF PERAWAT  ONKOLOGI

SABTU 26 SEPTEMBER 2020

Pendahuluan:

Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian serta masalah kesehatan serius di dunia, terutama di negara berkembang. Di seluruh dunia, kanker merupakan masalah kesehatan yang terus bertambah jumlah penyintasnya setelah penyakit jantung (American Cancer Society, 2018).  American Cancer Society (2017) menjelaskan bahwa kanker menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian di seluruh dunia, termasuk angka yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kematian yang disebabkan oleh AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Data Globocan tahun 2018 juga mengindikasikan ditemukan 18.1 juta kasus kanker baru dan 9.6 juta kasus kematian manusia akibat kanker. Sementara di Indonesia sendiri, angka penyakit kanker berada di angka 136,2 per seratus ribu penduduk. Ini membuat Indonesia berada di urutan ke delapan di Asia Tenggara dan urutan 23 di Asia.

Di Indonesia, kanker genitalia (kanker ginekologi) seperti kanker serviks dan ovarium adalah kanker ginekologi yang memiliki kejadian tinggi di Indonesia. Kanker serviks dan ovarium menempati empat besar tingkat kejadian tertinggi di antara kanker perempuan (Ferlay et al., 2012). Insiden kanker serviks adalah yang ke-2 dan ovarium adalah yang ke-4 di antara kanker perempuan pada tahun 2012.  Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016 melaporkan bahwa kanker servik menempati urutan teratas dialami perempuan Indonesia. Sementara itu, Dewi (2017) dan Aziz (2014), keduanya menyatakan lebih dari 40% penyakit keganasan pada perempuan adalah penyakit keganasan pada genitalia (kanker ginekologi). Dilihat dari aspek penyebab kematian di Indonesia, dilaporkan oleh Wahyuni et al tahun 2015 bahwa kanker ginekologi menempati urutan ketujuh dengan prevalensi mencapai 1.4 per 1000 penduduk. Pada tahun 2020, angka ini diproyeksikan meningkat sekitar 20% di Indonesia. Lebih lanjut, angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dan ovarium di Indonesia menduduki rangking pertama di antara negara-negara Asia Tenggara pada tahun 2012 (Ferlay et al., 2012).

Kanker dan pengobatannya merupakan stressor utama para penyintas kanker. Beban gejala yang dialami oleh penyintas kanker di negara-negara berkembang dapat menjadi lebih buruk karena perawatan suportif, termasuk manajemen gejala, sering kali memiliki prioritas yang rendah di negara-negara ini (Cardoso et al., 2014). Terbatasnya ketersediaan dan keterjangkauan informasi dan edukasi tentang perawatan dan pengobatan kanker serta pengelolaan efek sampingnya adalah hambatan besar untuk keberhasilan pengobatan kanker yang efektif di negara-negara berkembang karena perawatan suportif seringkali tidak cukup tersedia di negara-negara ini (Anderson et al. 2011; Holland, Watson & Dunn 2011).

Seiring dengan perkembangan teknologi terapi kanker, banyak penyintas kanker mempunyai prognosis baik dan berhasil bertahap hidup lebih dari 5 tahun. Sampai tahun 2024, diperkirakan terjadi peningkatan yang sangat bermakna dari jumlah penyintas kanker, sebagai contoh yang terjadi di Amerika Serikat, dalam kurun waktu 10 tahun terjadi peningkatan yang signifikan jumlah para penyintas kanker dari 14.5 juta menjadi 19 juta penyintas kanker. Hal ini membutuhkan perhatian penuh baik dari pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia, maupun dari masyarakat terkait dengan perawatan untuk para penyintas kanker pascaterapi kanker, termasuk penyintas kanker ginekologi.

Sejak mulai saat terdiagnosis kanker, saat menjalani terapi kanker sampai pascaterapi pengobatan kanker, perempuan penyintas kanker memiliki banyak masalah kesehatan yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka. Pascaterapi kanker merupakan periode masa adaptasi yang harus dialami para penyintas kanker dan merupakan periode untuk dapat bertahan hidup.  Mengelola kesehatan diri untuk mencegah kekambuhan dan mengatasi berbagai efek samping, baik jangka pendek dan jangka panjang akibat terapi pengobatan kanker merupakan tantangan bagi penyintas kanker dan keluarganya dalam melawan kanker.

Terjadi kekambuhan dan ketidakmampuan mengatasi efek samping lanjutan akibat kanker dan terapi pengobatannya menjadi isu utama masalah kesehatan penyintas kanker, termasuk penyintas kanker ginekologi.  Hal ini menyebabkan perempuan penyintas kanker ginekologi berisiko mengalami kesakitan dan kematian. Angka ketahanan hidup para penyintas kanker yang masih rendah merupakan masalah utama kesehatan para panyintas kanker di Indonesia. Para penyintas kanker membutuhkan bantuan dari keluarga dan pemberi layanan kesehatan termasuk para perawat dalam mengatasi masalah kesehatan, terhindar dari kekambuhan kanker. dan mencapai kualitas hidup yang optimal yang menunjang keberlangsungan hidupnya. Memberikan pelayanan kesehatan berupa perawatan pascaterapi kanker untuk keberlangsungan hidup bagi penyintas kanker dan keluarganya merupakan salah satu peran kolaborasi penting bagi perawat dengan tim kesehatan lainnya.

cancer survivorship care atau dikenal dengan perawatan pascaterapi kanker diperuntukkan untuk para penyintas kanker. Perawatan pascaterapi kanker adalah suatu perawatan yang merupakan perawatan lanjutan secara komprehensif kepada penyintas kanker setelah terapi kanker. Program ini bertujuan mencegah, mendeteksi, dan mengatasi berbagai komplikasi dan berbagai efek lanjutan terapi yang dituliskan dan diberikan dalam bentuk ringkasan terapi, perencanaan perawatan kelangsungan hidup, edukasi kesehatan, dan perawatan psikososial untuk promosi kesejahteraan dan kesehatan penyintas kanker (The American Cancer Society, 2017). Institute of Medicine and the National Research Council of the National Academies (2005) merekomendasikan bahwa semua penyintas kanker seharusnya memperoleh perencanaan perawatan penyintas atau survivorship Care Plan (SCP). SCP berisi dokumen tertulis tentang penyintas kanker berisi ringkasan terapi seperti:  terapi yang diberikan, berbagai efek terapi yang dialami, rencana pengobatan lanjutan dan berbagai rekomendasi untuk perbaikan kesehatan secara umum (American Society of Clinical Oncology, 2015).

SCP dibuat untuk membantu penyintas kanker beradaptasi dan menjadi pedoman untuk menjalani kehidupan setelah menyelesaikan terapi pengobatannya. Perencanaan perawatan untuk penyintas kanker perlu menjadi pedoman perawatan rutin dari pelayanan kesehatan yang diberikan para pemberi layanan kesehatan yang disiapkan untuk menghadapi pertumbuhan populasi penyintas kanker yang makin bertambah setiap tahunnya.  Terdapat suatu gap atau kesenjangan pengetahuan antar kaum professional berkaitan dengan bagaimana memberikan perawatan terbaik untuk para penyintas kanker karena perawatan untuk penyintas kanker merupakan standar terbaru dalam pelayanan kesehatan untuk kanker (Institute of Medicine & National Research Council of the National Academies, 2005).

Implementasi SCP oleh tim kesehatan diberikan dalam bentuk perawatan pascaterapi kanker yang komprehensif, yaitu perawatan yang menyediakan perawatan lanjutan untuk penyintas kanker dan keluarganya. Perawatan ini berisi kegiatan promosi kesehatan untuk pencegahan kanker dan kekambuhannya, menyediakan informasi kesehatan dan konseling, memantau kekambuhan dan mengatasi kekambuhan serta mengelola efek jangka panjang dari pengobatan kanker.  Pengelolaan efek samping jangka panjang dilakukan melalui pemberian ringkasan pengobatan untuk masing-masing penyintas kanker, perencanaan perawatan penyintas kanker, edukasi kesehatan, dan perawatan psikososial untuk promosi kesejahteraan dan kesehatan penyintas kanker (American Society of Clinical Oncology, 2017).

SCP merupakan pedoman tertulis yang digunakan oleh perawat untuk merencanakan perawatan bagi penyintas kanker dan yang membantu perawat dalam membantu melakukan pencegahan kanker pada berbagai level pencegahan.  SCP juga merupakan materi edukasi yang ideal untuk digunakan dalam melakukan konseling dan edukasi kepada para penyintas kanker. Materi edukasi dapat berisi perubahan gaya hidup (aktifitas untuk keseimbangan energi), aktifitas menurunkan risiko (menghentikan perilaku merokok) dan strategi manajemen kesehatan lainnya (monitoring vaksinasi).

 Sistem pelayanan kesehatan yang tersedia termasuk di Indonesia untuk memfasilitasi penyintas kanker agar dapat menyelesaikan terapinya sehingga dapat diprediksi memperoleh tingkat kesembuhan yang optimal masih terbatas. Kebanyakan pemberian pelayanan kanker pada pusat-pusat pelayanan kanker (berbasis rumah sakit) di Indonesia masih berfokus untuk memenuhi kebutuhan fisik, sementara pemenuhan kebutuhan sosial, psikologis, budaya, seksual, dan spiritual para penyintas kanker belum konsisten dipenuhi atau difasilitasi oleh para pemberi pelayanan kesehatan. Fokus pelayanan kesehatan untuk para penyintas kanker yang diberikan para pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan pencegahan kekambuhan (recurrence) dan mengatasi efek samping jangka panjang akibat terapi kanker juga masih terbatas, termasuk belum tersedianya pelayanan kesehatan yang memberikan support (supportive care) untuk para penyintas kanker dan keluarganya. Perawatan ini perlu dilakukan oleh penyintas kanker dan keluarganya agar memperoleh hidup berkualitas pascaterapi kanker.  Oleh karena itu, perawatan pascaterapi kanker (SCP) perlu menjadi standar perawatan kanker komprehensif di Indonesia. para perawat kanker agar dapat memberikan asuhan keperawatan terbaik kepada penyintas kanker.

Berdasarkan penjabaran di atas, proyek riset PDUPT yang dipimpin oleh Prof Yati Afiyanti berkolaborasi dengan Himpunan Perawat Onkologi Indonesia, (HIMPONI) telah mengadakan kegiatan workshop dengan tujuan sebagai berikut:

Tujuan:

  1. Memperoleh lesson learned dari perawat tentang pengalaman perawat melakukan perawatan pascaterapi kanker yang telah dilakukan saat ini kepada pasien kanker dan keluarganya
  2. Mensosialisasikan draf perawatan pascaterapi kanker
  3. Memperoleh perspektif perawat tentang kelayakan dan penerimaan program perawatan pascaterapi kanker untuk dilaksankan dalam memberi perawatan yang komprehensif kepada pasien kanker dan keluarganya

Kegiatan workshop telah dilaksanakan secara virtual pada hari Sabtu tanggal 26 September 2020, mulai pukul 08 pagi sampai dengan pukul 18.00. Semula ditargetkan peserta hanya 40  orang perawat yang merawat pasien kanker, akan tetapi karena banyaknya permintaan, ada 64 peserta yang mengikuti workshop ini yang berasal dari 30 rumah sakit pemerintah dan swasta yang ada di Indonesia. Peserta sangat antusias dalam diskusi dan pada seluruh kegiatan workshop ini . Adapun  nara sumber  kegiatan ini terdiri dari para pakar keperawatan Onkologi yang berasal dari FIK-UI, PSIK-UGM, dari RS Kanker Dharmais dan dari HIMPONI. Adapun anggaran pelaksanaan kegiatan:  berasal dari Dana PD-UPT.

Penutup:

Diharapkan melalui kegiatan workshop ini pengetahuan perawat yang merawat pasien kanker makin bertambah, dan peserta mulai mengidentifikasi kebutuhan pelayanan survivor kanker di rumah sakitnya masing-masing. Juga diharapkan setelah workshop ini ada kelanjutan peningkatan ke ilmuan survivor kanker,melalui suatu pelatihan, yang menghasilkan suatu kompetensi yang harus dikuasai oleh perawat yang merawat pasien kanker, sehingga out come yang diharapkan dapat tercapai yaitu adanya peningkatan kualitas hidup survivor kanker.

Kategori: Berita

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Open chat
Hai
Ada yang bisa kami bantu